Dr. Atok Miftachul Huda, M. Pd memberi sambutan pada acara ICEduPsy 2021 (Foto: Istimewa) |
Dalam rangka mengadapi tantangan dunia pendidikan yang berubah dengan pesat, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) gelar acara International Conference on Education and Psychology (ICEduPsy). Acara ini digagas oleh tiga fakultas UMM yaitu Fakultas Psikologi (F. Psi), Fakultas Agama Islam (FAI), dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Adapun konferensi internasional ini dilakukan secara luring maupun daring pada Sabtu (12/06) dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Beberapa pakar dari UMM, Universitas Fatoni Thailand, dan Universitas Malaya Kuala Lumpur-Malaysia turut andil dalam membahas serta mempromosikan pengembangan berkelanjutan di bidang pendidikan dan psikologi. Dalam sambutannya, Ketua Panitia ICEduPsy, Dr. Atok Miftachul Huda, M. Pd, berkata bahwa konferensi internasional ini merupakan sarana dalam meningkatkan kapasitas publikasi riset para dosen, baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu juga mempererat jalinan kerjasama antar universitas yang berkolaborasi dalam agenda ini.
“Saya berterimakasih kepada para peserta yang telah hadir dari berbagai negara seperti Australia, Canada, German, Mesir, Polandia, Thailand, dan beberapa universitas ternama di Indonesia. Terhitung ada sebanyak 1.000 peserta yang mengikuti kegiatan ini baik secara daring maupun luring,” ucap Atok.
Baca juga : Tim Mahasiswa UMM Sabet Kejuaraan Film Nasional
Di sisi lain, Wakil Rektor bidang Akademik UMM, Prof. Dr. Syamsul Arifin, M. Si, yang bertindak sebagai keynote speaker menyebutkan bahwa tantangan yang dihadapi dunia pendidikan sekarang lebih kompleks dibandingkan periode sebelumnya. Pendidikan juga harus dimaknai sebagai investasi jangka panjang. Siapapun bisa menambah ilmu hanya dengan tatap muka melalui internet, utamanya bagi generasi milenial.
Berdasarkan hal tersebut, ada empat hal esensial yang harus dipertimbangan, seperti input, proses, dan output. Kemudian hasilnya adalah muara pendidikan. Tak berhenti di situ, pendidikan juga harus berujung pada perilaku yang beradab, sehingga manusia tak lemah dalam kecerdasan emosional. “Hal ini penting untuk memperkuat hubungan manusia dengan manusia maupun dengan Tuhan agar mampu mendapatkan kebahagiaan yang hakiki,” terang Syamsul.
Baca juga : UMM 10 Besar PTN-PTS Penerima Hibah Program Kompetisi Kampus Merdeka 2021
Sementara itu, saat penyampaian materi, Prof. Dr. Datuk Ahmad Hidayat Buang., PhD dari Universitas Malaya, Kuala Lumpur-Malaysia juga mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui pendidikan berbasis pengetahuan dan inovatif dalam Perspektif Islam. Ia mengistilahkan bahwa manusia pada dasarnya serakah dan merusak. Efek dari sifat buruk itu dapat menyebabkan krisis sosial, perang, perbudakan, krisis ekonomi, kemiskinan, kelaparan, pandemi, penyakit bahkan polusi. Terdapat enam kategori yang perlu dikembangkan secara berkelanjutan, seperti kebutuhan utama manusia, pengembangan manusia, ekonomi, kondisi kehidupan, ekosistem dan hak asasi manusia.
Senada dengan Datuk, Assoc. Prof. Dr. Phaosan Jahwae dari Universitas Fatoni, Thailand juga ikut andil dalam menyuarakan pentingnya pembangunan berkelanjutan dalam bidang pendidikan. Ia melihat latar belakang negara Thailand yang hanya mengamalkan mono language system yakni hanya menggunakan satu bahasa saja (Thai). Hal itu akan membuat para pelajar begitu lemah dalam bahasa asing.
Baca juga : Cerita Dosen HI UMM Studi di Turki
“Karena hal tersebut saya membentuk QAiMt Model for Students in the Patani. Model pembelajaran ini menggabungkan Alquran, Hadis, Aqidah, Fiqih, Sejarah Nabi, Akhlak, Bahasa Arab dan Melayu. Pengaplikasian model QAiMt ini lebih menarik perhatian para pelajar karena didalamnya terdapat teknologi tertentu serta adanya nyanyian yang menarik minat mereka,” ujar Phaosan.
Narasumber terakhir, Muhammad Salis Yuniardi, S. Psi., M. Psi., PhD selaku Dekan F.Psi UMM memaparkan pembangunan berkelanjutan dalam bidang kesehatan mental. Salis membahas mengenai Intolerance of Uncertainty yakni bagaimana kognitif manusia menanggapi sesuatu yang tidak pasti. “Pada indikator kesehatan mental seseorang, variabel tersebut mampu memprediksi performa kerja. Intolerance of Uncertainty juga mengambil peran dalam recovery kesehatan mental masyarakat Indonesia di masa pandemi,” pungkasnya. (syi/wil)